Aortic Healthwork Indonesia > Release
Hospital Based Research (HbR), Tambang Emas yang Belum Digali Kini Siap Dieksplorasi oleh Aortic Healthwork Indonesia
Team : Aortic Healthwork Indonesia
Sabtu, 12 Juli 2025
Team : Aortic Healthwork Indonesia
Sabtu, 12 Juli 2025
Hospital Based Research (HbR) di Indonesia hingga saat ini belum menjadi arus utama dalam pengembangan layanan rumah sakit. Sebagian besar rumah sakit menempatkan penelitian hanya sebagai pelengkap kegiatan akademik atau sekadar memenuhi kewajiban pendidikan profesi kedokteran. Padahal, di negara-negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia dan Singapura, HbR telah berkembang menjadi salah satu pilar rumah sakit dalam meningkatkan reputasi, kualitas layanan dan pendapatan. Laporan Clinical Trials Arena pada tahun 2023 menyebutkan bahwa pasar global clinical trial mencapai nilai USD 50 miliar dan diproyeksikan tumbuh dengan CAGR 5,7 persen hingga 2030. Asia Tenggara menjadi salah satu wilayah yang akan mengalami pertumbuhan tercepat karena keunggulan biaya yang kompetitif, akses populasi pasien yang luas dan percepatan regulasi di beberapa negara. Singapura, misalnya, memiliki sekitar 400-500 uji klinis aktif setiap tahun, sementara Malaysia telah mengembangkan Clinical Research Malaysia (CRM) yang terintegrasi dengan Kementerian Kesehatan untuk memfasilitasi masuknya investasi uji klinis internasional.
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan epidemiologi penyakit menular serta tidak menular yang beragam memiliki potensi yang besar untuk menjadi pusat hospital based research di kawasan Asia Tenggara. Namun, potensi ini belum tergarap maksimal. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 3.000 rumah sakit, tetapi kontribusi rumah sakit di Indonesia terhadap publikasi ilmiah global masih di bawah satu persen. Dalam database ClinicalTrials.gov per Januari 2025, tercatat kurang dari 500 uji klinis aktif yang terdaftar di Indonesia, jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia yang memiliki jumlah rumah sakit lebih sedikit. Rendahnya kontribusi HbR di Indonesia bukan karena ketiadaan kebutuhan, melainkan akibat belum terbangunnya ekosistem riset dengan model bisnis yang berorientasi komersial. Sebagian besar rumah sakit belum memiliki Research Management Office (RMO), Clinical Research Unit (CRU), atau Clinical Trial Center (CTC) yang terstruktur. Aktivitas riset di rumah sakit masih terfragmentasi antara kegiatan ilmiah individu tenaga kesehatan dan uji klinis yang difasilitasi oleh sponsor farmasi tanpa strategi institusional. Selain itu, rumah sakit belum memandang riset sebagai strategic revenue stream yang dapat berkontribusi pada sustainability keuangan rumah sakit dalam jangka panjang.
Hospital based research sendiri memiliki potensi pendapatan mandiri yang luas. Di negara-negara maju, rumah sakit memperoleh pendapatan dari clinical trial fee yang meliputi site fee, per patient fee dan administrative fee. Selain itu, monetisasi data kesehatan melalui skema health data licensing untuk health technology assessment juga semakin berkembang. Intellectual property commercialization, seperti paten inovasi prosedur klinik atau protokol pelayanan, menjadi sumber revenue penting. Tidak hanya itu, layanan consultative research untuk industri farmasi, alat kesehatan, nutraceutical dan health tech juga menjadi lini bisnis baru rumah sakit. Rumah sakit dengan reputasi riset yang kuat seringkali menjadi mitra strategis industri untuk pengembangan produk dan validasi pasar sebelum peluncuran komersial.
Di Indonesia, pendekatan hospital based research sebagai sumber pendapatan baru masih sangat terbatas. Clinical trial masih dipandang sebagai aktivitas sponsor driven tanpa nilai tambah strategis untuk positioning rumah sakit. Kolaborasi lintas industri dengan medical device, health IT, fintech health dan lifestyle health service juga belum terbangun secara optimal. Selain itu, belum ada inisiatif pembentukan multicenter research consortium antar rumah sakit yang dapat meningkatkan bargaining power pada industri dan menciptakan skala ekonomi dalam uji klinis. Padahal, multicenter study memiliki nilai strategis tinggi bagi industri karena dapat mempercepat rekrutmen subjek penelitian dan meningkatkan generalisasi hasil penelitian.
Aortic Healthwork Indonesia melihat kondisi ini sebagai peluang untuk membantu rumah sakit di Indonesia mentransformasikan hospital based research menjadi pilar pendapatan baru yang berkelanjutan. Melalui layanan Research Advisory, rumah sakit dapat menyusun research business model yang memetakan value proposition lintas industri. Research Advisory juga mendukung pembentukan Research Business Unit (RBU) di rumah sakit, termasuk penyusunan roadmap riset komersial serta pembentukan Research Management Office dan Clinical Research Unit yang terintegrasi dengan unit business developement, quality management dan teaching services. Layanan Research Engagement juga perlu untuk membangun kolaborasi strategis melalui multicenter research consortium, penguatan research talent incubation untuk menyiapkan principal investigator dan clinical trial key opinion leader, serta penyelenggaraan industry research engagement program yang menghubungkan rumah sakit dengan industri. Strategi ini memastikan rumah sakit memiliki pipeline project riset dengan nilai komersial tinggi sekaligus mengakselerasi kapabilitas SDM internal dalam menjalankan penelitian yang bermutu. Research Campaign menjadi layanan penting dalam diseminasi hasil riset dan komersialisasi yang dapat membantu rumah sakit membangun branding sebagai research informed hospital, menyusun research brief dan policy paper untuk advokasi kebijakan dan partnership funding, serta mendampingi komersialisasi hasil penelitian rumah sakit melalui lisensi data.
Transformasi hospital based research sebagai pilar pendapatan baru rumah sakit tidak saja akan meningkatkan sustainability keuangan rumah sakit, tetapi juga mendukung tujuan strategis pemerintah dalam penguatan kemandirian farmasi dan alat kesehatan nasional. HbR juga menghasilkan data real world evidence yang menjadi dasar health technology assessment dan kebijakan reimbursement JKN untuk produk baru, mendukung hilirisasi inovasi kesehatan serta mempercepat akses pasien terhadap terapi terbaru. Dengan semakin tingginya kompetisi layanan rumah sakit di era JKN dan transisi demografi, rumah sakit perlu mendiversifikasi sumber pendapatan di luar layanan kuratif. Hospital based research akan menawarkan jalur pendapatan baru yang berbasis knowledge economy, sekaligus meningkatkan reputasi dan positioning rumah sakit di mata pasien, industri, dan regulator. Aortic Healthwork Indonesia berkomitmen menjadi mitra strategis rumah sakit dalam perjalanan transformasi ini, menghubungkan potensi, sumber daya serta industri melalui research advisory, engagement dan campaign yang terintegrasi. Jika rumah sakit di Indonesia berhasil mengoptimalkan potensi hospital based research, bukan tidak mungkin Indonesia akan bertransformasi dari market healthcare menjadi knowledge hub ASEAN, menempatkan inovasi dan riset sebagai jantung pelayanan kesehatan yang berdampak luas bagi pembangunan bangsa.