Aortic Healthwork Indonesia > Practical Recommendation
Format Cardiovascular Care Brand, Branding & Patient Experience Yang Sesuai Untuk Setting Indonesia
Team : Aortic Healthwork Indonesia
Senin, 14 Juli 2025
Team : Aortic Healthwork Indonesia
Senin, 14 Juli 2025
Penyakit kardiovaskular (PKV) tetap menjadi salah satu penyebab kematian utama di Indonesia. Kondisi ini mendorong institusi rumah sakit untuk tidak hanya menghadirkan kapasitas layanan yang mumpuni, tetapi juga mengembangkan strategi brand yang mampu menyelaraskan supply layanan dengan demand dari populasi berisiko tinggi. Dengan membangun ekosistem layanan kardiovaskular yang terintegrasi, rumah sakit memiliki peluang untuk tidak hanya meningkatkan volume layanan, tetapi juga memperkuat posisi kompetitif di pasar layanan kedokteran spesialistik. Ekosistem ini perlu mencakup layanan preventif, diagnostik, intervensi hingga rehabilitasi. Pendekatan ini akan mendorong rumah sakit untuk mengelola layanan kardiovaskular sebagai portofolio yang tidak hanya berbasis klinis, namun juga berbasis brand equity dan patient journey yang konsisten. Fokus pada time performance, integrasi antar unit dan kesinambungan layanan akan menjadi indikator utama dalam menciptakan keunggulan layanan kardiovaskular yang sustainable.
Pendekatan disease branding semakin relevan dalam konteks industri rumah sakit, terutama dalam menghadapi penyakit kronis dan progresif seperti PKV. Berdasarkan data WHO, penyakit kardiovaskular menyebabkan sekitar 17,9 juta kematian setiap tahun secara global atau hampir 31% dari seluruh kematian dunia. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner dan gagal jantung terus meningkat, dengan insiden tertinggi terjadi pada kelompok usia produktif di atas 40 tahun, khususnya yang tinggal di wilayah urban. Di sinilah konsep disease branding memberikan nilai komersialnya. Dengan memetakan berbagai jenis PKV seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, hipertensi kardiogenik dan aritmia ke dalam portofolio layanan, rumah sakit dapat mengembangkan sub-brand yang memiliki keunikan dan positioning klinis yang terfokus. Sub-brand ini tidak hanya mencerminkan struktur klinis, tetapi juga berfungsi sebagai platform komunikasi dan komersialisasi yang menyasar populasi tertentu berdasarkan risiko, usia, gaya hidup serta kebiasaan dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan.
Sebagai contoh, gagal jantung (yang merupakan penyebab rawat inap tertinggi pada pasien usia lanjut) memiliki angka readmission 30 hari yang mencapai 20–25%. Ini menciptakan kebutuhan mendesak akan program rehabilitasi jantung yang tidak hanya berbasis klinis tetapi juga mendukung aspek psikososial, edukasi keluarga dan manajemen pengobatan jangka panjang. Rumah sakit dapat membangun sub-brand gagal jantung yang terfokus pada continuum of care, dimulai dari edukasi populasi berisiko tinggi, skrining awal menggunakan echocardiography portabel, tatalaksana berbasis guideline yang terkomunikasikan kepada publik hingga rehabilitasi dan long term follow-up. Keunggulan sub-brand ini tidak hanya terletak pada layanan klinis tetapi juga pada struktur program pendukung yang menciptakan nilai tambah, seperti community based monitoring, corporate risk reduction dan payment linkage. Sehingga, sub-branding bukan hanya strategi komunikasi, tetapi juga penggerak utilisasi layanan pada segmen populasi berisiko tinggi. Selain itu, pendekatan ini memungkinkan optimalisasi clinical resource allocation secara lebih tepat. Rumah sakit dapat mengalokasikan SDM secara spesifik (dokter spesialis jantung, perawat kardiovaskuler, fisioterapis) dan clinical equipement (seperti Holter monitor, treadmill test atau portable echo) berdasarkan kebutuhan sub-brand yang ditargetkan. Hal ini mendorong efisiensi biaya sekaligus meningkatkan persepsi kualitas layanan secara spesifik dan terukur.
Strategi branding layanan kardiovaskular perlu disusun selaras dengan hirarki pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat efektivitas klinis, tetapi juga membentuk narasi yang kohesif dan relevan bagi setiap segmen populasi.
I. Pencegahan Primer
Tahapan ini menyasar populasi sehat namun berisiko, seperti mereka yang memiliki gaya hidup sedentari, pola makan tinggi garam dan lemak serta riwayat keluarga dengan penyakit jantung. WHO mencatat bahwa 80% kasus penyakit jantung dapat dicegah melalui perubahan gaya hidup dan deteksi risiko sejak dini. Riskesdas 2018 juga melaporkan bahwa 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia memiliki tekanan darah tinggi (salah satu faktor risiko utama PKV). Rumah sakit dapat menjalankan public education campaign yang kredibel, seperti Heart Day Activation, kampanye “Kenali Tanda-tanda Awal Serangan Jantung”, dan layanan online risk calculator berbasis algoritma klinis. Konten edukatif tentang target klinis seperti tekanan darah < 130/80 mmHg, LDL kolesterol < 100 mg/dL serta pentingnya aktivitas fisik 150 menit per minggu, dapat membangun positioning rumah sakit sebagai institusi promotif preventif yang relevan dengan perilaku publik yang cenderung melakukan self treatment.
II. Pencegahan Sekunder
Tahap ini menyasar individu dengan faktor risiko yang sudah terdeteksi namun belum mengalami gejala signifikan. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa hanya 7,4% populasi berisiko tinggi di Indonesia pernah menjalani skrining jantung secara lengkap. Therapeutic awareness campaign seperti “Kenali Plak Sebelum Menjadi Serangan” atau “Buka Jalur Sebelum Tertutup Total” dapat meningkatkan permintaan skrining. Layanan seperti echocardiography, treadmill test, Holter monitor dan CT calcium scoring perlu dikemas dalam screening powered branding yang menggabungkan pemanfaatan fasilitas diagnostik dengan pesan edukatif yang kuat.
III. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi pascaintervensi menjadi fokus utama pencegahan tersier. European Society of Cardiology (2022) mencatat bahwa program rehabilitasi kardiovaskular terstruktur dapat menurunkan angka readmission hingga 25% dan meningkatkan return to work rate sebesar 50%. Recovery oriented brand identity dapat diperkuat melalui narasi seperti “Kembali Lebih Kuat” atau “Menata Ulang Irama Hidup”. Layanan seperti cardiac rehabilitation class, telerehab monitoring dan family support group berfungsi sebagai instrumen utama brand engagement pasca krisis. Rumah sakit juga dapat mengembangkan komunitas pascarehabilitasi seperti CardioFit Club serta menjalin kemitraan dengan organisasi internasional seperti American College of Cardiology (ACC) atau European Society of Cardiology (ESC) untuk memperkuat kredibilitas ilmiah.
Patient experience adalah core driver dalam membentuk persepsi merek dan preferensi rumah sakit, terutama dalam layanan jantung yang bersifat kronis, kompleks, dan emosional. Strategi pengalaman pasien harus mencakup empat dimensi:
Personal
Optimalisasi patient entry flow dapat menjadi prioritas disertai dengan hotline gawat jantung, quick registration dan notifikasi digital hasil pemeriksaan berkontribusi untuk meningkatkan persepsi kesiapsiagaan.
Komunitas
Lebih dari 70% kematian jantung terjadi di luar rumah sakit. Program seperti Community Cardiac Response Network, pelatihan CPR dan penyediaan AED memperluas peran rumah sakit sebagai community health responder. Aktivasi edukatif seperti Heart Health Ambassador juga terbukti meningkatkan referral screening ke rumah sakit.
Korporasi
Kolaborasi dengan sektor korporasi untuk menjalankan corporate wellness program menjadi jalur strategis. Data BPJS Kesehatan (2023) menunjukkan bahwa usia 35–55 tahun menyumbang klaim tertinggi untuk penyakit jantung.
Institusional
Rumah sakit yang terlibat dalam kemitraan riset dan pengembangan profesi dapat menunjukkan peningkatan referral antarklinisi. Partisipasi dalam program seperti Cardiology Grand Round, publikasi jurnal atau pelatihan tertentu dapat memperkuat positioning sebagai center of excellence berbasis kredibilitas ilmiah.
Dengan mengintegrasikan pendekatan disease branding, hierarchical prevention dan patient experience dalam strategi layanan kardiovaskular, rumah sakit tidak hanya mampu membangun brand equity yang kuat tetapi juga mengoptimalkan keberlanjutan layanan, loyalitas populasi dan kinerja keuangan jangka panjang. The true differentiation lies not in the machines we install, but in the experiences we design.